Header AD

Salim bin Abdullah,Ingin Membangun Rumah di Akhirat

Kamis, 11 November 2010 12:52 Arief Kamaludin


Lentera-media.photobucket.com Tak hanya dikenal karena keilmuannya yang mumpuni, hingga masuk sebagai salah satu dari tujuh ahli fikih Madinah. Salim bin Abdullah menuai decak kagum disebabkan kezuhudannya.





Dia adalah Salim bin Abdullah bin Umar bin Al-Khathab, seorang imam yang zuhud, memiliki hafalan mumpuni, dan merupakan mufti kota Madinah. Ayah dari Umar dan Abdullah ini dilahirkan pada zaman kekhilafahan Utsman bin Affan. Tabi’in berkuniyah (julukan) Abu Umar ini memiliki ibu bernama Ummu Walad.

Mengenai keluarganya, Said bin Al-Musayyib berkata, “Putra Umar bin Al-Khathab yang paling mirip dengannya adalah Abdullah, dan anak Abdullah yang paling mirip dengannya adalah Salim. Salim termasuk salah satu tabi’in senior yang paling berilmu dan terpercaya.

Dia meriwayatkan hadits dari ayahnya, Aisyah, Abu Hurairah dan dari yang lainnya lagi. Sedangkan yang meriwayatkan hadits dari Salim adalah, anaknya yang bernama Abu Bakar, lalu Yahya bin Abu Ishaq Al-Hadhrami, Az-Zuhri dan Ubaidillah bin Umar.

Di antara sifat-sifat kepribadiannya adalah; selalu menjaga harga diri, zuhud, dan lebih mementingkan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia. Bahkan dikatakan, pada zamannya, orang-orang mengenalnya disebabkan kezuhudan dan sifat wara’nya. Imam Malik berkomentar mengenainya, “Pada zamannya, tidak ada seorang pun yang lebih menyerupai orang-orang saleh terdahulu dalam hal kezuhudan, keutamaan, dan pola kehidupan kecuali Salim.”

Berkenaan dengan kezuhudan yang menjadi ‘trademark’-nya Salim, Hisyam bin Abdul Malik mengisahkan, ketika sedang menunaikan ibadah haji, dia memasuki Ka’bah dan mendapati Salim bin Abdullah. Hisyam berkata kepadanya, “Wahai Salim, mintakanlah kepada Allah agar memenuhi keperluanku.” Salim menjawab, “Aku malu kepada Allah untuk meminta sesuatu di rumah-Nya untuk orang lain.” Lalu ketika Salim keluar, Hisyam pun keluar membuntutinya. Hisyam berkata lagi, “Sekarang engkau telah keluar dari Baitullah, maka mintakanlah kepada Allah agar memenuhi keperluanku.” Salim bertanya, “dari keperluan-keperluan dunia atau dari keperluan-keperluan akhirat?” Hisyam menjawab, “Dari keperluan-keperluan dunia.” Salim menegaskan, “Aku tidak pernah meminta dunia dari Sang Pemiliknya. Jika demikian, bagaimana bisa meminta dunia kepada orang yang bukan pemiliknya?”

Saking lebih memprioritaskan akhirat, maka tak heran jika Salim menjalani kehidupan dengan kasar. Ditambah lagi, Salim tidak pernah meminta bantuan orang lain dalam hal keduniaan. Dia mengenakan baju dari wol yang kasar, menggarap tanahnya dengan sendiri, dan melakukan semua pekerjaannya dengan sendiri. Tak hanya itu, tabi’in yang sangat tawadhu’ ini tidak pernah mau menerima apapun dari para penguasa. Meski demikian, Salim sangat menjaga kekerabatan.

Pada Hari Arafah, Hisyam bin Abdul Malik bertemu dengan Salim. Hisyam melihatnya mengenakan pakaian yang tembus pandang, sehingga nampaklah lemak di tubuhnya. Hisyam berkata, “Wahai Abu Umar (kuniyahnya Salim), apa saja makananmu?” Salim menjawab, “Roti dan minyak.” Hisyam terperangah seraya berkata, “Bagaimana bisa roti disatukan dengan minyak?”“Aku menyatukannya, jika kemudian selera makanku timbul karenanya, maka aku memakannya,” tandas Salim. Hisyam berkata, “Pada hari itu Salim terserang demam, dan masih demam hingga tiba di Madinah.” Dari sini nampak, Salim hidup prihatin, dan tidak pernah dipusingkan dengan urusan keduniaan. Dia tidak memiliki harta, jabatan, dan apapun yang sifatnya duniawi.

Bahkan diriwayatkan, saking zuhudnya Salim, sampai-sampai dia tidak pernah mengumpulkan apapun kecuali hanya untuk kehidupan akhirat. Menurutnya, fondasi rumahnya tidak setara dengan apapun. Dia lebih memilih untuk menyiapkan rumah di akhirat. Seorang tabi’in lain bernama Maimun bin Mahran pernah masuk ke rumah Salim dan mengumpulkan semua yang ada di rumahnya, lalu Maimun menyatakan bahwa semua yang dikumpulkan tidak mencapai nilai 100 Dirham.

Tidak hanya terkenal dengan kezuhudannya, Salim merupakan salah satu dari tujuh ahli fikih Madinah. Dengan keilmuan yang dimilikinya, dia adalah tempat bertanya dan meminta fatwa para penduduk Madinah. Ali bin Al-Hasan menyatakan, dari Abdullah bin Al-Mubarak, dia berkata, “Ahli fikih Madinah yang selalu memunculkan pernyataan dari pendapat mereka ada tujuh orang, yaitu Sa’id bin Al-Musayyib, Sulaiman bin Yassar, Salim bin Abdullah, Al-Qasim bin Muhammad, Urwah bin Az-Zubair, Ubaidillah bin Abdullah bin ‘Atabah, dan Kharijah bin Zaib bin Tsabit.”

Mengingat kapabilitas keilmuan yang dimiliki, Salim kerap diminta untuk memberi nasehat kepada para ulama Muslim. Dia terus menjadi penasehat spiritual kaum muslimin ketika itu sampai akhirnya Allah memanggilnya pulang ke rahmatullah para bulan Dzulhijjah tahun 106 Hijriyah. Tumbuh dan besar di Madinah, dia pun wafat dan dimakamkan di Madinah. (Syifa Annisa)

sumber : http://www.sabili.co.id/lentera
Salim bin Abdullah,Ingin Membangun Rumah di Akhirat Salim bin Abdullah,Ingin Membangun Rumah di Akhirat Reviewed by Arga Nur Pratama on 22.15 Rating: 5

Tidak ada komentar

Post AD